Rabu, 21 Mei 2014

Budi si Pemimpin Upacara

Pada suatu Senin Pagi, seperti biasa di setiap sekolah SMA pasti diadakan upacara bendera. Upacara yang tidak banyak murid suka, namun disuatu SMA favorit di kota Solo yaitu SMAN 1,5 ada seorang murid yang sangat senang dengan upacara bendera dia bernama Budi. Budi adalah seorang murid yang teladan di sekolahnya, dia senang dengan upacara bendera bukan hanya karena dia murid yang nasionalis tetapi dia senang karena saat itu dia dinobatkan untuk jadi pemimpin upacara, itu merupakan tugas yang penting saat upacara dan menjadi cita-cita Budi sejak dia lahir. Ketika itu Wali kelas Budi yang bernama Bu Ani memanggi Budi disaat pelajaran Sempoa.
"Budi, sini nak!", Panggil Bu Ani.
Budi pun menghampiri Bu Ani dengan gagah nan beraninya.
"Ada apa wahai Ibu Guru?" dengan lemah lembut Budi menjawab.
"Besok Senin depan, kelas kita jadi petugas upacara, kamu jadi Pemimpin Upacaranya ya nak?", Kata Bu Ani.
Sambil melompat saking kegirangannya Budi pun menjawab, "Baik bu Guru!".
Sepulang sekolah Budi dan teman sekelasnya mulai latihan untuk upacara senin depan. Dengan penuh semangat Budi berlatih dan teman-temannya pun tidak semangat berlatih karena sangat males menjadi petugas upacara. Setelah selesai latihan upacara, Budi pun langsung berlari pulang kerumah, dia tidak lelah walaupun jarak dari sekolah kerumahnya cukup jauh dan harus naik Bis antar propinsi, tapi karena sudah terlalu bersemangat dia pun lari menuju rumah untuk memberitahu kabar gembira ini kepada Ibu nya. Dengan keringat serta wajah yang pucat dan juga kaki yang keram Budi pun sampai dirumah dan langsung pingsan.
Kemudian, dia bercerita kepada Ibu nya bahwa dia akan menjadi pemimpin upacara bendera.
"Buuu e....Bu ee", Panggil Budi ke pada Ibunya.
"Opo toh le? wes adus rung? adus sek wes maghrib", jawab Ibunya.
"oh enggih bu.." Jawab Budi sambil ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi Budi melanjutkan niatnya untuk bercerita kepada Ibunya.
"Buu ee.....Bu eee." Panggil Budi sambil memakai baju.
"Opo toh le? Mangan dulu sana?" Suruh Ibunya kepada Budi.
"oh enggih bu" Jawab Budi sambil ambil piring dan nasi beserta lauknya.
Setelah selesai makan, akhirnya Budi bercertia kepada Ibunya.
"Bu ee.. udah jangan disuruh-suruh lagi yah bu, Budi mau cerita dulu" Dengan nada melas Budi bicara ke Ibunya.
"Ono opo toh le?" Jawab Ibunya yang tadinya ingin menyuruh Budi belajar dan tidak jadi.
"Bu, akhirnya penantian yang sudah lama ini dan sangat aku nantikan ini bakal terwujud bu" Jawab Budi dengan nada haru dan meneteskan air mata.
"Heleh, lebaay! wes belajar sana" jawab Ibunya.
"Bu akhirnya Budi menjadi pemimpin upacara Bu, sebuah tugas yang sangat penting Bu, tugas yang berat ini akhirnya Budi dapatkan bu, betapa indahnya hidup ini bu akhirnya Budi bisa jadi pemimpin upacara" Jawab budi sambil menunduk dan meneteskan air mata harunya.
"Syukurlah nak kalo begitu" Jawab Ibunya sambil mengelap air mata yang menetes di pipi Ibunya dengan bahunya sambil mengupas bawang buat bikin sambel pecel.
Setelah itu Budi pun pergi kekamarnya dan tidur karena kakinya pada pegal.
Keesokan harinya pada hari minggu Budi bertemu dengan teman-temannya di sebuah warung dan menceritakan kalo dia akan jadi pemimpin upacara, dia pun becerita keseluruh warga kampungnya hingga masuk headline di koran kampung.
Akhirnya hari senin pun tiba, hari yang sangat di tunggu-tunggu Budi. Jam 4 pagi Budi sudah terbangun dan sudah bersiap untuk pergi ke sekolah, padahal masuk sekolah masih 3 jam lagi.
"Budiiii, nyarap dulu le!" panggil Ibunya ke Budi yang berada di kamar.
"Enggih Bu" Jawab Budi.
"Makan seadanya ya le Ibu lagi ga masak enak" Kata Ibunya.
"loh lauknya sambel tomat tok Bu!" Jawab Budi.
"Sudah makan aja, cangkeman wae" jawab Ibunya dengan nada tinggi.
Lalu Budi pun menyantap sarapannya walaupun sedikit terpaksa, namun agar tidak kelaparan saat memimpin akhirnya Budi menghabiskan sarapannya. Setelah sarapan Budi pun berangkat dan meminta restu kepada Ibunya.
"Budi berangkat dulu ya Bu, doa kan Budi sukses menjadi pemimpin upacaranya dan menjadi pemimpin teladan, bijaksana, dan anti korupsi" Kata Budi dengan meneteskan air mata sambil mencium tangan Ibunya bekas memotong cabe dan bawang.
"Iyoo le, belajar sing bener!" Jawab Ibunya.
Sesampainya di Sekolah jam 5 pagi, Budi datang paling awal sampai-sampai gerbang sekolah pun belum di buka karena satpam sekolah belum datang. Kemudian petugas upacara mulai mempersiapkan diri, Budi pun mulai persiapkan posisinya di lapangan. Pukul 7.00 upacara pun di mulai. Budi mulai berjalan ke tengah lapangan dengan gagahnya. Ini merupakan impian Budi selama hidupnya, Budi pun begitu meresapi jalannya upacara, karena jika dia gagal dia akan malu dan akan merasa jati dirinya hilang. Tiba-tiba hal yang tidak diduga datang menghampiri Budi, perut Budi mendadak sakit. Ketika itu upacara masih berada di acara pengibaran bendera. Perut Budi semakin sakit dan sakit, mungkin karena sarapan tadi. Muka Budi sudah pucat dan keringat dingin pun bercucuran. Dengan sikap tegak dia mempertahankan agar "pup" nya tidak keluar. Sambil berkeringat dingin serta muka pucat dan ditambah lagi semeliwir angin yang berhembus disekitarnya Budi tampak panik dan sangat tegang karena masa depannya tergantung dengan kejadian ini. Pantat dia sudah merapat dan sangat merapat untuk mempertahankan itu, seakan-akan pantat itu mengeras dan begitu kencang. Dia benar-benar tidak tahan, dia benar-benar mencoba bertahan agar eksistensinya sebagai pemimpin upacara yang teladan, bijaksana, dan anti korupsi tidak rusak begitu saja. Dia pertahankan begitu keras sampai muka penuh dengan keringat dingin yang membasahi hidungnya. Namun sakit perut yang dirasakannya sangatlah luar biasa, sakit perut itu seperti akan membunuh dia seketika, rasanya bagaikan isi perut itu seperti dicabik-cabik dan "pup" nya yang sudah berada didepan lubang hitam tidak tahan lagi yang ingin keluar seakan-akan "pup" nya saling dorong mendorong untuk keluar dari lubang hitam. Tetapi Budi mencoba melawan dan menutup lubang hitamnya itu dengan posisi siap tegak dan merapatkan kedua kakinya dan mengeraskan bagian pantatnya. Namun akhirnya bencana ini tidak bisa dihindari Budi ketika pembawa acara berkata, "Amanat dari pembina upacara, peserta upacara di istirahatkan".
Dengan nada terbata Budi berkata "Isti...raa...haa...t.. di..Te....m...pat... GERAK!". Duaaar!!!!(sensor)

Tamat

Note: Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama mohon maaf namanya juga becanda. Untuk ending dibayangkan sendiri bagaimana kelanjutannya karena penulis susah menceritakannya dan kalian pasti paham! TERIMA KASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar